1. Manajemen Ilmiah
Taylor ialah orang pertama yang mengembangkan manajemen ilmiah. Ia seorang ahli teknik mesin yang memulai pekerjaannya di pabrik baja Midvale Steel Company Philadelphia (USA) sebagai pekerja biasa selama enam tahun. Setelah enam tahun bekerja ia diangkat menjadi Chief Engineer. Pada tahun 1886, ia meneliti usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja berdasarkan waktu dan gerak (time and motion study). Ia berpendapat bahwa efisiensi perusahaan rendah karena banyak waktu dan gerak-gerak buruh yang tidak produktif. Hasil penelitiannya disajikan di depan Kongres Sarjana Teknik Amerika, kemudian ditulis dalam bukunya yang berjudul, The Principles of Scientific Management. Begitu pentingnya buku tersebut bagi para buruh dan manajer maka pada tahun 1911 diterbitkan oleh sebuah penerbit. Semenjak itu, Taylor terkenal sebagai Bapak Manajemen Ilmiah (the Father of Scientific Management).
Dalam berbagai bukunya, istilah manajemen ilmiah sering diartikan berbeda. Arti pertama, manajemen ilmiah ialah penerapan metode ilmiah dalam studi, analisis, dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Arti kedua, manajemen ilmiah ialah seperangkat mekanisme atau teknik (a bag of tricks) guna meningkatkan efisiensi dan keefektifan organisasi.
Taylor juga telah menuangkan gagasan-gagasannya dalam dua makalah yang berjudul, Shop Management (1903), dan Testimony Before the Special House Committee (1912). Akhirnya, ketiga karyanya yang telah disebutkan di atas dirangkum dalam sebuah buku yang berjudul, Scientific Management.
Taylor telah pula memberikan prinsip-prinsip dasar penerapan pendekatan ilmiah dalam manajemen dan mengembangkan teknik-teknik untuk mencapai efisiensi dan keefektifan organisasi. Ia berasumsi bahwa manusia harus diperlakukan seperti mesin. Dalam bekerja, setiap manusia harus diawasi oleh supervisor secara efektif dan efisien. Peran supervisor harus diterapkan dengan maksimal. Setiap manusia harus berproduksi seperti mesin dan disuruh bekerja tanpa mengenal waktu dan lelah.
Empat prinsip dasar pemikiran manajemen ilmiah Taylor (Hitt, et al. , 1986) ialah seperti berikut ini:
1. Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang harus diuraikan menurut bagian-bagiannya, dan cara ilmiah untuk melakukan setiap bagian dari pekerjaan tersebut perlu ditetapkan sebelumnya.
Para pekerja harus diseleksi dan dilatih secara ilmiah untuk melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
2. Harus ada kerja sama yang baik antara manajer dan pekerja sehingga segala tugas dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.
3. Harus ada pembagian kerja antara manajer dan para pekerja.
4. Manajer harus menjalankan kegiatan supervisi, memberikan perintah, dan merancang apa yang harus dikerjakan, sedangkan para pekerja harus bebas mengerjakan pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka.
Keempat prinsip manajemen ilmiah ini didesain untuk memaksimalkan produktivitas kerja. Mekanisme dan teknik yang dikembangkannya untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut di antaranya: studi gerak dan waktu, pengawasan fungsional, sistem upah per potong diferensial, prinsip pengecualian, kartu instruksi, pembelian dengan spesifikasi, standardisasi pekerjaan, peralatan, dan tenaga kerja.
Kegunaan yang diperoleh dari pengembangan teknik-teknik manajemen ilmiah ini ialah riset operasional, simulasi, dan otomatisasi.
Titik berat dari pemikiran Taylor ialah pada peningkatan efisiensi dan keefektifan pekerja tingkat bawah dengan cara meningkatkan produktivitas dan memperbesar bidang produksi. Fungsi manajemen menurut Taylor ialah Planning, Directing, and Organizing of Work yang disingkat PDO.
Gantt (1861-1919) mengembangkan empat prinsip Taylor di atas yang terkenal dengan sebutan prinsip Gantt, yaitu 1) kerja sama harus saling menguntungkan kedua belah pihak, antara manajemen dengan pekerja, 2) seleksi ilmiah pekerja, 3) sistem bonus untuk merangsang pekerja, dan 4) instruksi-instruksi kerja yang rinci harus digunakan.
Gantt sangat tertarik tentang cara-cara meningkatkan efisiensi dan keefektifan kerja. Untuk itu, ia berusaha meningkatkan sistem kerja organisasi dengan menggunakan jadwal kerja yang terencana. Kontribusi Gantt yang terkenal dan masih dipakai hingga saat ini adalah teknik membuat jadwal (time schedulle) dengan menggunakan diagram batang (bar) mendatar yang kemudian disebut juga Bar Chart atau Gantt Chart. Gantt chart sangat sederhana sehingga mudah dibuat dan banyak digunakan orang untuk membuat jadwal.
Gilberth (1868-1924) dan istrinya (1878-1972) yang menangani Biro Konsultasi Manajemen merupakan kontributor kedua dalam pendekatan manajemen klasik. Frank Gilberth adalah seorang pelopor pengembangan studi gerak dan waktu yang telah menciptakan berbagai teknik manajemen yang diilhami Taylor. Untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan kerja, mereka mempunyai konsep yang sangat populer, yaitu The one best way (satu cara yang terbaik).
Dari penelitiannya, mereka menemukan bahwa dalam teknik memasang batu bata dengan 17 gerakan, gerakannya dapat dikurangi sebesar 70% sehingga hasil kerja dapat meningkat tiga kali lipat, yaitu dari kecepatan 120 bata per jam menjadi 350 bata per jam. Ia memiliki 12 orang anak. Dua orang di antaranya menulis buku terlaris pada saat itu dengan judul, Cheaper by the Dozen. Buku tersebut menggambarkan gagasan Gilberth untuk mencoba menerapkan teknik manajemen ilmiah dalam keluarga. Kedua belas anaknya yakin bahwa teknik manajemen ilmiah yang ditulis tersebut adalah teknik manajemen yang terbaik.
Istrinya Gilberth, lebih tertarik pada aspek-aspek manusia dalam kerja seperti seleksi, penempatan dan pelatihan personalia. Ia mengemukakan pendapatnya dalam buku The Psychology of Management. Menurut Gilberth, manajemen ilmiah memiliki tujuan akhir, yaitu membantu para karyawan dalam mewujudkan seluruh potensinya sebagai makhluk hidup.
Emerson (1853-1931) populer dengan sebutan e17iciency engineering sebagai tipe konsultasinya. Ia melihat penyakit sistem industri adalah pemborosan. Ia yakin bahwa hancurnya pabrik bukan disebabkan tanah, pekerja, dan modal, tetapi karena miskinnya ide-ide untuk berkembang. Akhirnya, ia menemukan 12 prinsip efisiensi yang sangat terkenal di zamannya. Ke-12 prinsip efisiensi itu ialah 1) tujuan dirumuskan dengan jelas, 2) kegiatan yang dilakukan masuk akal, 3) dikerjakan oleh orang yang benar-benar kompeten, 4) disiplin, 5) adil, 6) laporan yang reliabel, mutakhir, dan valid, 7) pemberian perintah, 8) standar-standar dan penjadwalan, 9) kondisi yang memiliki standar, 10) operasi yang memiliki standar, 11) instruksi praktis tertulis yang memiliki standar, dan 12) ganjaran akibat efisiensi.
>Keterbatasan Manajemen Ilmiah dan Sumbangannya
Metode manajemen klasik banyak diterapkan dalam berbagai kegiatan organisasi untuk meningkatkan produktivitas kerja. Studi gerak dan waktu,. prinsip efisiensi, seleksi pekerja secara ilmiah, perlunya pendidikan dan pelatihan ternyata mampu meningkatkan produktivitas kerja.
Kritik yang sangat keras dari para ahli perilaku yang mengecam penganut Taylor menyatakan bahwa Taylor dan penganutnya telah memperlakukan para pekerja secara tidak manusiawi. Taylor dan pengikutnya menganggap manusia sebagai faktor produksi yang dapat dimanipulasi dengan insentif ekonomi. Upah, dibayar berdasarkan hasil yang dikerjakan. Untuk mengejar upah yang banyak, para pekerja bekerja keras sampai melupakan anak dan istrinya di rumah. Akibatnya, terjadilah kenakalan anak dan keretakan keluarga. Untuk mengatasi kelemahan pendekatan manajemen klasik tersebut, muncul pemikiran para ahli berikutnya dengan pendekatan baru yang disebut pendekatan teori organisasi klasik.
2. Teori Organisasi Klasik
Teori organisasi klasik menurut Lunenburg & Ornstein (2000) dibedakan atas dua perspektif manajemen, yaitu manajemen ilmiah dan manajemen administratif. Teori organisasi klasik disebut juga teori administrasi (Gray, 1990: 52) atau teori manajemen administratif. Salah seorang tokohnya bernama Fayol (1841-1925). Fayol terkenal sebagai Bapak Teori Ilmiah.
Fayol dilahirkan seorang ahli pertambangan dan berasal dari keluarga aristokratis di Prancis pada tahun 1841. Ia menjadi manajer utama di pabrik tambang dan metalurgi yang sangat terkenal di Eropa. Fayol yakin bahwa kesuksesannya merupakan keterampilan mengembangkan pengalaman dan introspeksi. Ia mengemukakan teori dan teknik administrasi untuk mengelola organisasi yang kompleks dalam bukunya yang terkenal dengan judul, Administration Industrielle et Generale (1916). Lima tahun setelah menulis buku, ia meninggal dunia. Buku tersebut selanjutnya diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul General and Industrial Management. Fayol membagi operasi perusahaan menjadi enam kegiatan, yaitu 1) teknik, produksi dan manufacturing produk; 2) komersial, pembelian bahan baku dan penjualan produk; 3) keuangan, perolehan dan penggunaan modal; 4) keamanan, perlindungan karyawan dan kekayaan; 5) akuntansi, pelaporan dan neraca keuangan, pencatatan laba, serta pencatatan statistik; 6) manajerial dan teknik-teknik kepemimpinan. Selain itu, Fayol juga mengetengahkan empat belas prinsip administrasi yang sangat terkenal, seperti pada Tabel 2.1 berikut.

Menurut Fayol, ada lima fungsi manajemen, yaitu Planning, Commanding, Coordinating, and Controlling yang disingkat PCCC. Gulick (1892) adalah seorang yang berpengalaman di bidang industri dan pemerintahan. Ia memperbaiki 14 prinsip manajemen Fayol di atas dan kemudian menuliskannya dalam buku Papers on the Science pada tahun 1937. Fungsi-fungsi manajemen menurut Gullick, yaitu Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, and Budgeting dengan akronim POSDCoRB. (Gullick & Urwick, 1937). Gulick telah menyumbangkan pemikiran yang penting dalam manajemen yang terkenal dengan teori departementasinya untuk melakukan pengorganisasian.
Urwick (1891-1983) adalah seorang konsultan manajemen. Ia adalah salah satu murid Fayol yang sangat rajin, yang kemudian menulis buku yang komprehensif tentang pengetahuan manajemen dengan judul, The Element of Administration. Dalam buku tersebut, ia mengumpulkan dan menggabungkan pendapat para ahli seperti Taylor, Fayol, dan seterusnya. Oleh karena itu, ia bukanlah seorang inovator administrasi, tetapi seorang kolektor pendapat tentang administrasi.
Sheldon (1894-1951) adalah seorang eksekutif Inggris pada tahun 1900an. Ia memandang manajemen melebihi pendapat Fayol dan menyarankan agar manajemen hendaknya memerhatikan dimensi teknik dan etika. Filosofis manajemennya menyatakan bahwa untuk mencapai efisiensi teknik yang tinggi, maka yang harus diperhatikan adalah tanggung jawab sosial yang tinggi pula.
Mooney ialah seorang eksekutif General Motors. Dalam bukunya, The Principles of Organization (1947), ia mendefinisikan organisasi sebagai kelompok dua orang atau lebih yang bergabung untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk merancang organisasi perlu memerhatikan empat prinsip, yaitu 1) koordinasi, syarat adanya koordinasi meliputi wewenang, saling melayani, doktrin (perumusan tujuan), dan disiplin; 2) skalar, proses skalar mempunyai prinsip, prospek, dan pengaruh sendiri yang tercermin dari kepemimpinan, delegasi, dan definisi fungsional; 3) fungsional, adanya fungsionalisme bermacam-macam tugas yang berbeda; 4) prinsip staf, kejelasan perbedaan antara staf dan line. Kontribusi utama Mooney bagi manajemen ialah prinsip staf yang diterapkan di Gereja Katolik. Kesatuan doktrin yang diaplikasikan dalam organisasi militer menegaskan pentingnya mengomunikasikan sasaran dan rencana kepada bawahan.
Perkembangan teori administrasi berikutnya dipengaruhi oleh Max Weber (1864-1920) seorang Jerman peletak dasar sosiologi modern di Jerman yang kemudian terkenal sebagai Bapak Birokrasi. Teori birokrasi yang dihasilkan olehnya muncul sekitar Perang Dunia I di mana sering terjadi pertentangan antarburuh.
Istilah birokrasi berasal dari bahasa Prancis, bureau, yang berarti meja. Pengertian meja ini berkembang menjadi kekuasaan yang diwenangkan di meja-meja kantor. Jika kita menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), birokrasi mempunyai dua pengertian, yaitu 1) sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan, dan 2) cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, dan menurut tata aturan (adat dan lainnya) yang berliku-liku.
Birokrat ialah 1) pegawai yang bertindak melaksanakan birokrasi yang dibayar pemerintah, dan 2) seorang anggota birokrasi. Birokratis ialah bersifat birokrasi, sedangkan birokratisasi ialah proses menuju birokrasi. Birokratisme ialah paham birokrasi yang menghambat roda pemerintahan atau birokrasi yang tidak fungsional. Usaha untuk mencegah pelaksanaan birokrasi yang berlebihan disebut debirokratisasi. Debirokratisasi berarti penataan kembali prasarana dan sarana organisasi. Debirokratisasi juga dimaksudkan agar tujuan deregulasi tercapai sehingga kegiatan pembangunan meningkat. Oleh sebab itu, deregulasi biasanya diikuti debirokratisasi.
Deregulasi berarti melonggarkan peranan pemerintah dan memacu partisipasi masyarakat di berbagai sektor pembangunan. Walaupun demikian, deregulasi bukanlah liberalisasi sistem ekonomi.
Praktik Birokrasi
Regulasi dan birokrasi dapat berkembang secara berlebihan karena 1) lemahnya kontrol; 2) ambisi berlebihan untuk menambah pemasukan daerah; 3) adanya unjuk kekuasaan pejabat bahwa dirinya harus dianggap penting sehingga segala Sesuatunya harus melalui persetujuannya; 4) memang dikondisikan untuk membuka peluang pungutan liar, kolusi, dan korupsi. Birokrasi menurut Weber merupakan ciri dari pola organisasi yang strukturnya dibuat sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan tenaga ahli secara maksimal. Organisasi harus diatur secara rasional, impersonal, dan bebas dari sikap prasangka.
Birokrasi Weber memiliki enam pokok berikut:
1. Dalam organisasi ada pembagian tugas dan spesialisasi. Setiap individu dalam organisasi mempunyai wewenang yang diatur oleh peraturan, kebijakan, dan ketetapan hukum.
2. Hubungan dalam organisasi bersifat impersonal.
3. Dalam organisasi ada hierarki wewenang, di mana yang rendah pat, kepada perintah yang lebih tinggi.
4. Administrasi selalu dilaksanakan dengan dokumen tertulis.
5. Orientasi pengembangan pegawai adalah pengembangan karier yang berarti keahlian merupakan kriteria utama diterima atau ditolaknya seseorang sebagai anggota organisasi dan berlaku pula untuk mempromosikannya.
6. Untuk mendapatkan efisiensi maksimal, setiap tindakan yang diambil harus selalu dikaitkan dengan besarnya sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Weber selanjutnya membandingkan organisasi ke dalam dua tipe, yaitu 1) organisasi karismatik, organisasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki pengaruh pribadi yang sangat besar bagi anggotanya, dan 2) organisasi tradisional, organisasi yang pemimpinnya diangkat berdasarkan warisan.
Dalam pengambilan keputusan, Weber berpendapat bahwa keputusan yang diambil harus menghindari penggunaan emosi dan perasaan suka atau tidak, suka. Birokrasi adalah usaha untuk menghilangkan tradisi organisasi yang membuat keputusan secara emosional atau berdasarkan ikatan kekeluargaani yang dapat menyebabkan organisasi tersebut tidak efisien dan tidak sehat.
Tipe birokrasi Weber sebenarnya tidaklah mempunyai konotasi prosedur yang berbelit-belit, penundaan pekerjaan dan ketidakefisienan (red tape) seperti yang terjadi sekarang. Weber juga mengingatkan bahwa birokrasi dapat menjadi 3 tidak fungsional jika setiap orang terjebak dalam spesialisasinya masing-masing tanpa mau bekerja sama dengan spesialisasi lainnya dalam organisasi yang sarna. Spesialisasi justru mengkotak-kotakkan manusia tanpa jalur komunikasi yang jelas. Birokrasi tidak efisien kalau pertumbuhan karier memaksa orang untuk mengejar karier dengan melupakan tugas utamanya di dalam organisasi.
Birokrasi menurut Weber ialah organisasi yang sangat rasional, dingin, dan terkontrol. Inilah sesungguhnya organisasi terbaik yang pernah dibuat manusia karena Weber pun menjamin bahwa dengan organisasi birokrasi yang tertata baik, semua fungsi akan dapat berjalan lancar termasuk fungsi kontrol. Namun, agaknya Weber berbicara dalam konteks organisasi birokrasi kecil atau organisasi yang ideal. Sebab, ketika birokrasi ini membesar dan semakin membesar, ia tak bisa lagi terkontrol dengan baik bahkan oleh dirinya sendiri. Akibatnya, terjadilah birokrasi dalam streotype-nya yang terkenal dengan istilah konservatif, lamban, prostatusquo, tidak efisien, bertele-tele, dan selalu ingin tujuannya tercapai dengan segala cara, kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Ketika birokrasi itu makin besar dan terus membesar, ia telah menjelma bagaikan jari-jemari gurita birokrasi yang menakutkan dan menjalar ke mana-mana. Ia semakin sulit dikontrol, dan sepenuhnya berjalan di atas logikanya sendiri.
Momok birokrasi seperti itulah yang pernah terbentuk di negara kita. Oleh sebab itu, sungguh tidak mengejutkan jika para investor Asing mengeluh tentang salah satu hambatan usaha mereka adalah buruknya kinerja birokrasi di Indonesia. Buruknya kinerja birokrasi merupakan eufisme untuk kata korupsi, kolusi, pungli, berbelit-belit, dan lamban. Akar dari semua ini adalah terlalu besarnya peran birokrasi. Birokrasi kita terlanjur diberi kesempatan menguasai segalanya, melalui birokrasilah perizinan diberikan, dan melalui birokrasi pula hidup atau matinya suatu perusahaan ditentukan.
Birokrasi dalam wujud seperti ini menurut Weber bagaikan sebuah sangkar besi yang mengurung dan menjerat siapa saja yang ada di dalamnya. Perlukah memperketat kontrol? Jawabnya, kita sudah melakukan hal itu, bahkan kita berkali-kali menggebrak birokrasi dengan debirokratisasi agar pintu sangkar besi terbuka. Namun, dalam kenyataannya, hasilnya belum terlalu tampak. Jerat gurita birokrasi itu ternyata sudah menjelma menjadi lingkaran setan, diperparah pula ketidakkonsistenan kita sendiri dalam menegakkan kontrol dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagi Weber, birokrasi dengan cirinya yang sangat rasional, dingin, dan terkontrol merupakan organisasi terbaik yang telah dibuat manusia. Akan tetapi kenyataannya, birokrasi kita adalah birokrasi yang sangat tradisional, birokrasi kita masih sarat dengan budaya pakewuh, sungkan, serba takut, dan “taat asas” sehingga birokrasi kita berubah menjadi raksasa yang sangat lamban dan lebih suka menggemukkan dirinya sendiri. Dengan wujud birokrasi seperti itu, sang raksasa yang terlajur besar akan sukar mengontrol dirinya sendiri.
Kelebihan birokrasi Weber antara lain 1) cocok dengan budaya kita yang paternalistik; 2) dapat menstabilkan kesatuan dan persatuan bangsa; 3) ketepatan, kejelasan, kontinuitas, keseragaman memudahkan kontrol dan kepatuhan pegawai. Namun, di balik kelebihan tersebut terdapat pula kritik terhadap birokrasi Weber.
Kritik terhadap teori birokrasi antara lain 1) merangsang berpikir mengutamakan konformitas, 2) merupakan rutinitas yang membosankan, 3) ide-ide inovatif tidak sampai kepada pengambil keputusan karena panjangnya jalur komunikasi, dan 4) tidak memperhitungkan organisasi nonformal yang seringkali lebih berpengaruh kepada organisasi formal.
Keterbatasan Teori Organisasi Klasik dan Sumbangannya
Seperti halnya dengan pendekatan manajemen ilmiah, pendekatan teori organisasi klasik pun tidak luput dari kritikan. Kritik terhadap teori birokrasi antara lain 1) merangsang berpikir yang mengutamakan konformitas dan formalitas; 2) merupakan rutinitas yang membosankan; 3) ide-ide inovatif tidak sampai kepada pengambil keputusan karena panjangnya jalur komunikasi; 4) tidak memperhitungkan organisasi nonformal yang seringkali lebih berpengaruh kepada organisasi formal; 5) dijalankan secara berlebihan sehingga terjadi over-bureaucratizalion; 6) kecenderungan menjadi parkinsonian, yaitu terlalu banyak aturan yang berbelit-belit (simpul-simpul birokrasi) yang diatur oleh orang orang yang menjadikan simpul-simpul birokrasi untuk menyelewengkan wewenang, dan 7) kecenderungan menjadi orwelian, yaitu keinginan birokrasi mencampuri (turut melaksanakan) bukan mengendalikan urusan.
Teori-teori organisasi klasik hanya cocok untuk zamannya yang ketika itu organisasi relatif stabil dan lingkungan dapat diramalkan. Teorinya sangat abstrak dan sukar diterapkan untuk pengambilan keputusan. Selain itu, saling bertentangan dengan unsur lainnya, misalnya prinsip pembagian tugas bertentangan dengan adanya prinsip satu komando. Meskipun teori organisasi klasik mendapat kritikan, tetapi masih dipakai oleh sebagian orang dalam berorganisasi. Hal tersebut juga menjadi dasar bagi perkembangan teori-teori berikutnya.
Teori-teori transisi dari manajemen klasik menuju ke pendekatan hubungan manusiawi cenderung berorientasi kepada manusia dimulai oleh Follett dan Barnard.
Follett (1868-1933) adalah seorang filsuf dan pekerja sosial yang pertama kali menerapkan psikologi sosial pada perusahaan dan instansi pemerintah. Ia menulis tentang pentingnya kerja sama atasan dengan bawahan, kreativitas, koordinasi, dan pemecahan konflik. Follett percaya bahwa konflik dapat dibuat konstruktif dengan menggunakan proses integrasi, yaitu setiap orang yang berkonflik duduk berunding di satu meja untuk bersama-sama mencari jalan pemecahan bersama atas perbedaan-perbedaan di antara mereka dengan prinsip menang-menang atau saling menguntungkan.
Esensi dari teori Follett ialah hubungan kerja yang baik tercipta dari kebersamaan orang-orang bukan di bawah perintah seseorang. Idenya ialah mengganti power over dengan power with dan menekankan pentingnya pengendalian diri sendiri daripada pengendalian oleh orang lain (supervisor). Pendapat Follett yang terkenal adalah manajemen, yaitu bekerja melalui orang lain.
Barnard (1886-1961) ialah presiden perusahaan Bell Telephone di New Jersey. Ia menulis bermacam-macam subjek manajemen dalam bukunya, The Functions of the Executive (1938). Ia memandang organisasi sebagai sistem kegiatan yang mengarah pada tujuan. Fungsi manajemen menurutnya adalah perumusan tujuan dan pengadaan sumber daya untuk mencapai tujuan. Ia juga menekankan pentingnya komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi. Teori yang dikemukakannya disebut Teori Penerimaan Wewenang.
Esensi dari Teori Penerimaan Wewenang ialah bawahan akan menerima perintah apabila mereka memahami serta mampu, dan mau melaksanakan perintah atasannya. Barnard juga dikenal sebagai pelopor pendekatan sistem. Kontribusi utama Barnard bagi manajemen ialah pendapatnya tentang tugas para manajer, yaitu membina sistem kerja sama dalam organisasi formal. Ia juga mengajukan pendekatan sistem sosial yang komprehensif untuk manajemen.
Simon (1916-?) mengembangkan pendapat Barnard dan Follett dengan pendapatnya yang menyatakan bahwa organisasi merupakan alat utama untuk pengambilan keputusan secara terstruktur, dan ia membantah bahwa individu tidak dapat membuat keputusan secara rasional. Untuk mengatasinya, maka keputusan harus dibuat di dalam suatu wadah yang disebut organisasi. Di dalam organisasi terdapat struktur, kebijakan, prosedur, saluran komunikasi, dan program pelatihan.
Sumber:
Usman, Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal.25-35.
Keyword terkait:
administrasi pendidikan dalam profesi keguruan, administrasi pendidikan menurut para ahli, administrasi pendidikan dan manajemen pendidikan.